Bagi pecinta
karate, tentu tidak asing dengan nama Antonio Diaz. Ya, dia adalah juara dunia
karate kelas Kata Perorangan Putera tahun 2010, yang diadakan di Beograd,
Serbia. Salah satu puncak prestasi itu dia lakukan dengan mengalahkan sang
juara bertahan, Luca Valdesi. Rivalitas keduanya kerap mengundang decak kagum,
dimana dari 17 kali pertemuan, Luca Valdesi telah mengantongi 10 kali
kemenangan, dan Antonio Diaz mengalahkan ‘musuh bebuyutan-nya’ itu sebanyak 7
(tujuh) kali.
Pemilik nama
lengkap Antonio Diaz Fernandez ini lahir di Caracas, Venezuela, tanggal 20 Juni
1980. Dia memulai latihan karate dari ayahnya sendiri yang juga seorang
karateka pada usia dini, sekitar usia 5 tahunan. Awal belajar karate di dojo,
dia belajar karate beraliran Shotokan, dari guru yang diakuinya bernama Shoko
Sato. Namun tidak lama, karena senseinya itu pindah tempat, oleh ayahnya
kemudian dia dimasukkan ke dojo yang beraliran shito ryu, tepatnya di Shitokai.
Sempat diragukan oleh ibunya sendiri karena bobot tubuhnya yang sedikit lebih
gendut, ternyata pada usia 13 tahun dia sudah berhasil memenangkan kejuaraan
karate kelas kumite di Pan American Championships. Meski pada awalnya, dia
jarang berhasil menjadi juara, meski di level yang lebih rendah. Namun karena
merasa atmosfir latihan, situasi latihan di dojo dan juga karena merasa
menemukan teman, dia terus giat berlatih.
Di tahun 2008, Diaz kemudian dilatih oleh Kiyoshi
Yamazaki. Atas saran gurunya ini, Diaz diminta untuk berlatih dengan Yoshimi
Inoue. Masa satu bulan itu, molor waktu dari asalnya dua pekan untuk belajar,
Diaz merasa kerasan dilatih oleh Inoue. Tidak saja kemampuan teknik kata yang
diajarkannya, namun karena sisi kehangatan pribadi senseinya ini membuat dia
merasa menemukan gurunya.
Meski demikian, Diaz tidak membatasi dirinya hanya
terpaku belajar pada satu aliran karate, dia juga belajar kata dari aliran Goju
Ryu dan sesekali belajar kata Shotokan (Kata Empi adalah kata yang juga
disukainya). Kata Chatan Yara Kushanku adalah salah satu dari Kata favorit Diaz
ketika dipakai untuk kejuaraan. Namun sayang ketika dia memakai Kata itu di tahun
2008, di final dia kalah dari Luca Valdesi, meski dengan skor tipis 3-2.
Untuk level nasional negaranya, Diaz tidak selalu
menggunakan kata yang itu-itu saja seperti Aanan atau Chatan Yara Kushanku. Dia
sering menggunakan kata yang lain seperti Kosokun Dai, Kosokun Sho, Unsu,
Paiku. Namun dia mengakui kata itu hanya dipergunakan pada level negaranya
saja, jarang untuk kejuaraan internasional.
Sempat frustasi dengan kekalahannya di kejuaraan dunia
tahun 2008, Diaz memutuskan akan berhenti dari karate. Namun, muncul semangat
ketika dia teringat pada momen dikalahkannya Ryoki Abe dari Jepang oleh Luiz
Maria Sanz dari Spanyol yang terjadi pada tahun 1992, di Granada Spanyol. Salah
satu faktor inilah yang membuat dia yakin bisa menjadi juara dunia dan mengalahkan
karateka terbaik dunia lainnya.
Final WKF Championships tahun 2008 di Jepang, dia
mengaku salah menempatkan strategi bermain kata. Awalnya dia mengira akan
berhadapan dengan Jepang di semifinal, dan ketika itu dia memainkan kata Sumarimpei.
Namun ternyata, justru Perancis yang berhasil dan masuk final. Tidak ada
pilihan lain, di final dia menggunakan kata Chatan Yara Kushanku, dan kalah.
Pria yang pernah bekerja di departemen keolahragaan di
Venezuela dan hanya sampai satu tahun ini, sekarang lebih fokus di karate dan
menjadi perwakilan resmi dari Inoue-Ha Shito Ryu tempat dimana dia belajar
menekuni karate sekarang, dan menjabat sebagai direktur teknik.
Filosofi karate
Perseteruan antara pihak tradisional (kalangan yang
cenderung menekankan karate sebagai beladiri) dan modern (pendekatan olahraga
dan ilmu pengetahuan) membuat dia bisa berpikir bijak. Bahwa karate menjadi
olahraga yang berbasis pada perkembangan ilmu pengetahun namun juga tidak lupa
pada akar tradisi, filosofi, dan sejarahnya. Selain itu, selama tidak
mengingkari intisari dari gerakan kata, dia merasa sah saja ada sedikit
perubahan dalam memperagakan kata.
Kompetisi baginya adalah suatu tantangan untuk
melakukan yang terbaik. Pola dan tujuan yang bagus dalam kompetisi akan
mendorong orang untuk mempersiapkan diri dengan cara terus menerus latihan dan
memperbaiki gerakan. Baginya adalah suatu kenikmatan ketika dirinya dihadapkan
pada tantangan untuk menjadi pemenang.
Meski tentu saja, tekanan itu akan selalu ada. Pada
saat tertentu dirinya juga merasa tekanan itu kurang sehat, ketika memang orang
lain menganggap dirinya seolah akan bisa terus menjadi yang terbaik. Hal ini
dikaitkan dengan rivalitas dirinya dengan Luca Valdesi. Pada saat itulah dia
merasa tekanan itu berefek negatif, sebab bukan bagaimana cara meraih
kemenangan yang dicari, namun bagaimana cara mengalahkan lawannya.
Dia berprinsip bahwa dalam berlatih karate itu tidak
hanya latihan fisik, namun mental juga. Bagi Diaz, 50-50 adalah pilihan
terbaik. Fisik harus dilatih, namun mental juga harus diasah.
Konsisten dan tidak gampang menyerah adalah moto
dirinya untuk terus berlatih dan berlatih. Antonio Diaz biasanya latihan pagi
dan sore hari. Pagi hari biasanya dia latihan kihon dan kata, dan sore hari baru
latihan fisik. Pada saat kejuaraan belum terlalu dekat, dia biasanya selalu
melatih kihon-nya terus menerus. Baru menjelang kejuaraan, teknik kata semakin
dia asah secara intensif. Baginya kebosanan adalah tantangan. Untuk menjadi
yang terbaik, kuncinya konsisten melatih diri, dan itu terbukti berhasil.
Karena kesibukannya juga sebagai atlet, dia tidak
membuka dojo untuk kelas umum. Tugasnya sebagai ambassador dari Inoue-Ha Shito
Ryu memberikan pilihan baginya untuk hanya melatih karateka tertentu saja. Selain
itu, dia juga memberikan banyak pelatihan, seminar, dan menjadi pembicara di
berbagai kegiatan pelatihan karate.
Ada satu tips darinya yang bisa ditiru, bahwa dia
selalu berlatih visual, berlatih kata imajinasi. Ketika menjelang main di
kejuaraan, dia biasanya lebih memberikan ruang privasi untuk dirinya agar siap
di lapangan. Membayangkan setiap gerakan dalam imajinasinya dengan fokus.
Belajar kata terasa afdol baginya kalau langsung dari
tempat asalnya, Jepang. Baginya kedekatan secara geografis dan bertemu dengan
sensei-sensei membuat dia semakin tahu dan memahami detail teknis gerakan kata
tersebut.
Antonio Diaz memahami bahwa dirinya tidak selalu akan
di depan layar, menjadi atlet terus. Dia berharap bahwa dia bisa mendedikasikan
dirinya dengan baik dan menciptakan atlet lainnya di Venezuela. Selain itu, dia
pun berharap bisa bermain akting suatu saat nanti, atau paling tidak bekerja di
bidang marketing, bidang yang juga dia sukai. Osu.
*Karatedo Indonesia
Posting Komentar