Pada akhir Perang Dunia II, sekitar tahun 1943, Takayuki Kubota mengikuti pendidikan militer kerajaan untuk menjadi prajurit pembela negara dari serbuan musuh yang akan menduduki Jepang. Musuh tersebut adalah tentara Amerika. Ia dilatih khusus teknik pertarungan untuk membunuh musuh dalam waktu singkat, dengan karate.

Tangannya memegang pemberat dari batu cadas tajam dan besar sambil memukul ribuan kali setiap hari. Begitu juga dengan tendangan yang dilakukan sangat terarah dengan bantuan makiwara atau alat lain. Selama tiga tahun Takayuki bersama-sama dengan ratusan pemuda lain dilatih untuk menjadi pasukan komando yang sangat berbahaya. Tangannya menjadi keras seperti baja yang mampu menebas tentara sekutu dalam hitunga detik. Namun sejarah menentukan lain, Jepang menyerah pada tahun 1945 dan Takayuki tidak usah menggunakan tangan mautnya untuk membunuh.

Seusai perang, Jepang mengalami depresi hebat. Program pendidikan prajurit perkasa di Kumamoto otomatis bubar. Takayuki Kubota kemudian pindah ke Tokyo untuk bergabung dengan karateka dari kota lain. Namun di ibukota Jepang tersebut kelaparan dan kekacauan sosial sedang terjadi dengan hebat. Jangankan mendapat pekerjaan, untuk mendapat jatah ransum roti atau gandum saja ia harus antri dari subuh. Selama berbulan-bulan kesulitan itu harus dipikul Takayuki Kubota dan mayoritas penduduk Jepang lainnya.

Namun, nasib baik mempertemukan Takayuki dengan kawan lamanya sewaktu bersama-sama berlatih karate di Kumamoto. Orang itu adalah Karino, yang menjabat sebagai detektif polisi Tokyo. Karena sudah mengetahui ketangguhan dan keahlian Takayuki Kubota, Karino merekrut sahabatnya tersebut untuk mengajarkan karate kepada seluruh jajaran kepolisian yang ia pimpin. Walaupun saat itu Kubota baru berusia 19 tahun, namun kesungguhannya dalam mengajar memberikan wibawa tersendiri. Bersamaan dengan padatnya acara mengajar di kepolisian, dan atas dorongan detektif Karino maka dibukalah dojo pertama Takayuki Kubota.

Selain menjadi sensei karate, Takayuki Kubota kemudian ditugasi sebagai detektif kepolisian Tokyo. Seringkali ia harus bertarung melawan para gangster dan pelanggar hukum ketika melakukan tugas-tugas penyamaran. Satu teknik yang membuat Takayuki terkenal di Tokyo adalah keahliannya menangkap dan menjepit kuat-kuat bilah pisau atau pedang pendek lawan, dan mampu menundukkan todongan pistol oleh kecepatannya.

Walaupun semua lawannya dapat dikalahkan, tidak urung Takayuki Kubota beberapa kali terkena sabetan samurai atau tusukan senjata tajam lainnya. Dari pengalamannya mengajar, praktek di satuan tugas kepolisian ilmu karate yang diterapkan, dan dikuasai Takayuko Kubota kemudian dinamakan aliran Gosoku, yaitu cepat dan keras.

Pada tahun 1958, Takayuki Kubota merantau ke California, Amerika Serikat. Di tempat tujuan, Kubota yang mengantongi keahlian mengajar pasukan kepolisian langsung menawarkan diri untuk mengajar karate di beberapa pangkalan militer dan kepolisian. Oleh karena keahliannya sangat tinggi, dalam waktu singkat ia sudah mempunyai jadwal mengajar tetap di beberapa tempat.

Kubo-Jutsu
Pada akhir tahun 2000, diresmikan format pertandingan International Karate Association (IKA) yang baru atas prakarsa Soke Gosoku Ryu, Takayuki Kubota. Pada prinsipnya adalah menyertakan porsi bantingan dan kuncian bawah (grappling). Dalam satu pertandingan yang tiap rondenya terdiri dari tiga menit, dibagi menjadi dua segmen. Satu menit pertama para atlet diperkenankan menggunakan jurus karate tradisional seperti kumite, yaitu pukulan dan tendangan. Dilarang memukul leher, saraf belakang, dan kemaluan. Pukulan atau serangan kaki akan mendapat angka jika tepat sasarannya ke wajah, misalnya, tapi harus dikendalikan supaya berhenti lima sentimeter dari sasaran.

Dua menit berikutnya adalah “ne waza” atau teknik di atas matras. Lima detik pertama kedua atlet berdiri sebelum mulai melakukan grappling.Yang menarik adalah teknik-teknik judo, wrestling, sambo, aikido, dan jiujitsu dibolehkan sejauh mengikuti peraturan. 

Salah satunya tidak boleh memukul atau menendang lawan. Ada lagi tambahan peraturan supaya lebih seru. Setiap pertandingan yang statis, atau kedua karateka diam lebih dari sepuluh detik, akan dihentikan wasit untuk dimulai kembali. Format pertandingan yang dinamakan “Kubo-Jutsu” atau teknik beladiri gaya Kubota ini dibuat agar lebih menyerupai keadaan pertarungan sebenarnya. Selain itu, adanya teknik bantingan dan permainan bawah juga disesuaikan dengan selera masyarakat beladiri Amerika dan Eropa yang menyukai beladiri berintikan gulat dan grappling. [bersambung]

(Sumber: Majalah Seni Beladiri DUEL No. 11/ Tahun I/ Agustus 2001)