The old.
The new.
This is a matter of time.
In all things man must have a clear
mind.
The way:
Who will pass it on straight and well?”
(Master
Gichin Funakoshi, Pendiri aliran karate Shotokan, 1868-1957)
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgf6o3KuZsuIA6iGTr2QJwAMFnspDMwPpcGHJEI-TGAQx4x_7V0YwegmzvqD4k63lCEoUfhD5ApsgloiWulLsRurYw8yCrcyXU5iHUv9PWbJpD5AbWCgJbrkCYC3adWg19uT2tGgPmrXXPT/s1600/Karatedo+Kyohan+Master+Gichin+Funakoshi.jpg)
Puisi
karya Gichin Funakoshi ini tepat seolah ingin mengabarkan bahwa memahami yang ada
hari ini tidak bisa sekedar meraba, tapi mencari dari bentuk yang lama, dan diharapkan
tercapai pemahaman yang utuh berdasarkan pada pikiran yang jernih dan tidak
berpretensi.
Selama
ini kita (termasuk penulis) jarang diberikan pemahaman dan contoh lain dari
bentuk pengenalan dasar latihan karate, ketika diajari pada saat pertama kali.
Bisa dipahami bahwa latihan teknik mendasar lebih kepada penanaman kebiasaan
dari bentuk yang selalu seperti itu. Namun menjadi masalah manakala semakin
lama kita latihan, proses berpikir kita hanya di tempat, tidak melihat sisi
lain yang seharusnya menjadi keharusan kita untuk tahu.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEinl1m_mmjPKasBdww850Y2n4dH8vRnEBY-FTpJ-2D7TwK6ONTzPF3HqJwR93PNPZ8grcyCWE6HDdjSIyE1DjfsBInSznvz_JjF65MoN_lQ6fduwyq_NvfRObSKsn7XUhXWXiaMIt6JwNO1/w217-h273/Ebook+-+Gichin+Funakoshi+Rentan+Goshin+Toudi+Jutsu+(8).jpg)
Teknik
ini juga bisa kita lihat di buku Master Gichin Funakoshi, Karatedo Kyohan dari
edisi pertama. Di Karatedo Kyohan Master Text edisi
berikutnya, teknik ini masih konsisten dipakai oleh beliau (h. 17-18), bisa dilihat di bawah ini.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhC5wV6PN2MFnK8zWE46eXqke1eHD2wo7tZYbQ2c9uUkE7xPghZZ_1HFcu244Zh-Rn0m9YFFyOr67EvFtwJTL3StWmsFuejY54HehtCGAM9nOnRezzaKo7ijSdvsJCyESFVp9w0WoLVbQVb/w257-h302/Hidetaka+Nishiyama+-+The+Art+of+Empty+Hand+Fighting+-+Copy+-+Copy.jpg)
Seperti yang
bisa kita lihat dari teknik seiken Shihan Hidetaka Nishiyama dari buku The Art of Empty Hand Fighting (h.47),
beliau menggunakan tekanan pada jari tengah, jari manis, dan telunjuk pada saat
menekuk untuk pertama kali, dan diakhiri dengan melipat jari kelingking secara
bersama untuk membentuk kepalan. Sehingga tekanan dari pukulan itu pada
akhirnya berujung pada penonjolan kekuatan dari jari telunjuk dan jari tengah
tanpa membuat ujung dari telunjuk menonjol keluar (lihat gambar di bawah).
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh-4GUKTPCUFSoCSp1hyphenhyphenUf_9ssSgmnQQFVaYu7Phft28o_cG15CYL8nN6kNWMrkcqNh3Gsm8ngruFcEUUsE3iEt4o-Hh2_emwtjLc1xmMEVoEOv1rrW-NyfugqqEI_ZcLMFkstfG3ubUaFI/w226-h442/Dynamic_Karate.jpg)
Saya
sendiri pada awal mencoba teknik ini memang terasa janggal, sebab keluar dari
kebiasaan. Namun lama kelamaan, saya bisa menyadari bahwa teknik seiken seperti
ini juga tidak sulit bahkan mudah seperti memakai teknik seiken biasa saja.
Kalau dari teknik seiken umum bisa bertujuan menekankan pada dua sisi jari yang
ditekuk (telunjuk dan jari tengah) sebagai titik penekanan dari pukulan yang
kita lakukan atau juga pada keseluruhan jari yang ditekuk.
Dari
mata awam saya, apabila teknik seiken awal Master Gichin Funakoshi ini
konsisten kita gunakan, ada sisi keuntungan bagi teknik kepalan kita. Karena
dua jari yang ditekuk (jari manis dan kelingking) menjadi alas penekan dari
teknik pukulan kita, sehingga daya efek dari pukulan kita menyeluruh dan
merata, meskipun di ujung kelingking agak longgar, namun bisa diatasi. Masatoshi
Nakayama juga menjelaskan bahwa kedua teknik seperti itu juga bisa berguna dan
efektif. Sehingga hal ini saya kembalikan juga kepada para pembaca. Tidak
menjadi soal teknik kita yang mana, selama nyaman dan efektif, maka pakai, dan itu
kuncinya. Sehingga proses upaya memahami transformasi teknik seiken dalam
berbagai cara ini menjadi lebih dapat dipahami.
*Rjpntr
Posting Komentar