“To search for the old is to understand the new.
The old.
The new.
This is a matter of time.
In all things man must have a clear mind.
The way:
Who will pass it on straight and well?”
(Master Gichin Funakoshi, Pendiri aliran karate Shotokan, 1868-1957)

Puisi karya Gichin Funakoshi ini tepat seolah ingin mengabarkan bahwa memahami yang ada hari ini tidak bisa sekedar meraba, tapi mencari dari bentuk yang lama, dan diharapkan tercapai pemahaman yang utuh berdasarkan pada pikiran yang jernih dan tidak berpretensi.

Selama ini kita (termasuk penulis) jarang diberikan pemahaman dan contoh lain dari bentuk pengenalan dasar latihan karate, ketika diajari pada saat pertama kali. Bisa dipahami bahwa latihan teknik mendasar lebih kepada penanaman kebiasaan dari bentuk yang selalu seperti itu. Namun menjadi masalah manakala semakin lama kita latihan, proses berpikir kita hanya di tempat, tidak melihat sisi lain yang seharusnya menjadi keharusan kita untuk tahu.

Pada suatu hari saya menemukan satu gambar teknik kepalan (seiken) yang menarik dan unik, dan tidak diajarkan pelatih saya di dojo. Saya tanyakan kepada yang bersangkutan, ternyata beliau tidak tahu. Saya cari dari berbagai sumber, dan ternyata bentuk kepalan awal dari pendiri Shotokan memang seperti yang digambarkan dari foto tersebut. Dalam buku Rentan Goshin Toudi Jutsu karangan Gichin Funakoshi, diperlihatkan teknik seiken seperti itu. Bahkan dalam bentuk Ippon Ken dan Nakadaka Ippon Ken, Master Gichin Funakoshi secara konsisten menunjukkan teknik seiken yang sama, bisa dilihat di buku beliau (h.24 dan h.28).

Teknik ini juga bisa kita lihat di buku Master Gichin Funakoshi, Karatedo Kyohan dari edisi pertama. Di Karatedo Kyohan Master Text edisi berikutnya, teknik ini masih konsisten dipakai oleh beliau (h. 17-18), bisa dilihat di bawah ini.


Dari beberapa diskusi yang saya ikuti, memang bentuk kepalan Shotokan (bahkan juga beberapa aliran karate Okinawa) dari awal seperti itu. Hanya proses waktu dan juga rasa teknik dari sensei ke sensei, dari senpai ke senpai, dan paling utama tujuan kepraktisan (akibat dari proses pe-olahraga-an karate yang sport-oriented) yang akhirnya secara umum bahwa teknik seiken yang lazim adalah seperti selama ini yang dipakai banyak praktisi karate.

Seperti yang bisa kita lihat dari teknik seiken Shihan Hidetaka Nishiyama dari buku The Art of Empty Hand Fighting (h.47), beliau menggunakan tekanan pada jari tengah, jari manis, dan telunjuk pada saat menekuk untuk pertama kali, dan diakhiri dengan melipat jari kelingking secara bersama untuk membentuk kepalan. Sehingga tekanan dari pukulan itu pada akhirnya berujung pada penonjolan kekuatan dari jari telunjuk dan jari tengah tanpa membuat ujung dari telunjuk menonjol keluar (lihat gambar di bawah).



Menariknya, Shihan Masatoshi Nakayama dalam bukunya Dynamic Karate, memperlihatkan teknik ini secara bersama (h.75). Beliau menjelaskan teknik seiken seperti Master Gichin Funakoshi lebih banyak dipergunakan di masa lampau, dan sedikit yang mempraktekkan itu. Dari penjelasannya beliau mencatat bahwa agaknya beberapa karateka mengalami kesulitan menggunakannya. Sebab meskipun jari tengah dan jari manis mendapatkan tekanan yang cukup kuat, namun kelingking menjadi longgar.

Saya sendiri pada awal mencoba teknik ini memang terasa janggal, sebab keluar dari kebiasaan. Namun lama kelamaan, saya bisa menyadari bahwa teknik seiken seperti ini juga tidak sulit bahkan mudah seperti memakai teknik seiken biasa saja. Kalau dari teknik seiken umum bisa bertujuan menekankan pada dua sisi jari yang ditekuk (telunjuk dan jari tengah) sebagai titik penekanan dari pukulan yang kita lakukan atau juga pada keseluruhan jari yang ditekuk.



Dari mata awam saya, apabila teknik seiken awal Master Gichin Funakoshi ini konsisten kita gunakan, ada sisi keuntungan bagi teknik kepalan kita. Karena dua jari yang ditekuk (jari manis dan kelingking) menjadi alas penekan dari teknik pukulan kita, sehingga daya efek dari pukulan kita menyeluruh dan merata, meskipun di ujung kelingking agak longgar, namun bisa diatasi. Masatoshi Nakayama juga menjelaskan bahwa kedua teknik seperti itu juga bisa berguna dan efektif. Sehingga hal ini saya kembalikan juga kepada para pembaca. Tidak menjadi soal teknik kita yang mana, selama nyaman dan efektif, maka pakai, dan itu kuncinya. Sehingga proses upaya memahami transformasi teknik seiken dalam berbagai cara ini menjadi lebih dapat dipahami.

*Rjpntr